Peternakan di perkotaan yang menjanjikan di masa pandemi

Budidaya sapi potong sudah cukup lama secara turun temurun dilakukan petani ternak sapi potong di perdesaan. Umumnya pemahaman petani ternak dalam membudidayakan sapi potong masih sekedar tabungan dengan cara pemeliharaan tradisional, cukup memberikan pakan seadanya dengan kandang sapi yang tidak sesuai teknologi yang dianjurkan ternak sapi akan dijual sesuai kebutuhan keluarga.

Guna meningkatkan nilai tambah keuntungan usaha budidaya sapi potong diperlukan adanya sentuhan teknologi budidaya sapi potong. Perlu dilakukan perubahan pola budidaya sapi potong dengan menerapkan pola usaha berorientasi bisnis. Artinya dalam mengelola usaha budidaya sapi potong petani ternak sapi potong harus mau dan mampu melakukan perubahan pola budidaya sapi potong berorientasi sesuai dengan permintaan kebutuhan pasar. Artinya petani ternak sapi potong harus mau dan mampu memenuhi permintaan kualitas daging yang dikehendaki konsumen. Rekomendasi teknologi yang dianjurkan dalam berbudidaya sapi potong  adalah teknologi penggemukan sapi potong.

Teknologi penggemukan sapi potong bukan hanya sekedar mendapatkan kualitas daging yang sesuai permintaan konsumen saja, tetapi mempunyai tujuan meningkatkan produksi daging per satuan ekor, mengurangi jumlah populasi ternak sapi potong yang menurun akibat pemotongan. Dan juga dapat mencegah terjadinya pemotongan ternak betina produktif. Dengan budidaya sapi potong sistem penggemukan selain akan menghasilkan kualitas daging juga akan meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan dari kotoran sapi. Artinya kotoran sapi dapat diolah menjadi pupuk kandang dan juga tidak menutup kemungkinan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas.

Untuk bisa menghasilkan produksi sapi potong sistem penggemukan yang optimal dilakukan penerapan teknologi dengan mengacu pada rekomendasi teknologi manajemen budidaya sapi potong yang terdiri dari 1) Pemilihan bibit/bakalan sapi potong, 2) Sistem penggemukan, 3) Pemberian pakan, 4) Penyediaan kandang dan 5) Pengendalian dan Pencegahan penyakit.

Pandemi COVID-19 telah mengubah merubah tatanan dunia secara dramatis dan masif dan akhirnya berimbas kepada semua sektor. Akibat pandemi, sektor pertanian tumbuh stagnan di kuartal I (Q1) 2020, yaitu sebesar 0,02% melambat dari Q1 2019 yang masih tumbuh sebesar 1,82%.

Di masa pandemi ini, keadaan diperparah dengan harga sapi di Q1 mencapai $3/kg/hidup, nilai tukar rupiah Q1 menembus Rp16.500,00 bahkan sampai Rp17.000,00, daya beli turun secara  signifikan, biaya operasional meningkat karena meningkatnya harga bahan baku pakan, dan tata niaga dan logistik terhambat karena penerapan PSBB di beberapa daerah di Australia.

Untuk mengatasi hal tersebut, Didiek menyebutkan beberapa tindakan yang perlu dilakukan. Pertama, arah pembangunan peternakan yang terstruktur, sustainable, kesamaan bahasa serta partisipatif aktif semua stakeholder permberdayaan dan perlindungan peternak lokal. Kedua, harmonisasi regulasi interdepartment yang sejalan dengan perundangan dan PP. Ketiga, inventaris dan optimalisasi sumber daya lokal potensial, infrastruktur informasi dan teknologi harus ada di daerah.

Perkembangan populasi sapi di tanah air terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk. Hal ini berujung pada impor sapi dari luar negeri. Untuk mengurangi impor daging, masyarakat diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan populasi sapi menuju swasembada daging sapi untuk kebutuhan rakyat. Dengan demikian dapat melengkapi kebutuhan sapi nasional dan pemerataan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat petani ternak.


0 Response to " Peternakan di perkotaan yang menjanjikan di masa pandemi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Jangan klik dibawah ini!

loading...